Tentang mereka yang menyimpan sebuah
janji, mengharap pada sesuatu yang hanya bisa dirasakan, yang dipendam cukup
lama. Entah mengapa tersimpan kebahagiaan dibalik rasa sakit ini, muncul perasaan
lega didalam kenyataan pahit, dan merasa segalanya telah usai.. hanya tinggal
memulai kembali dari awal semula. Terpikir bahwa segala kegagalan merupakan
jalan lain, cerita lain tentang kehidupan bahwa kita tak selalu dapat
menyatukan sebuah harapan dengan realita secara terus-menerus.
7 tahun bukanlah waktu yang begitu
singkat bagi seseorang yang menyimpan sebuah harapan besar, menyembunyikan
janji yang hanya akan disebutkan pada saat harapan itu menjadi nyata, atau
bahkan pada akhirnya kita kembali kepada rasa cukup.. merelakan. Tidak ada rumus
dan ilmu pasti mengenai cinta yang bertepuk sebelah tangan, mengenai cinta
pertama pun begitu. Pahit dan indah hanyalah sebuah perspektif. Sebagaimana kadarnya
yang membuat kita menjadi seperti orang gila, seperti hilang kesadaran pada
umumnya, juga tidak begitu memperhatikan gejala yang ada di sekitar.
Ada yang hilang, lalu tersisa perih..
dimana kita dipaksa merelakan, seakan tidak berdaya melawan saat sebuah belati
yang berkarat menghujam jantung. Setelah belati tersebut dicabut dari tubuh
ini, masih ada karat yang tetap menempel di sana sehingga menjadikan potensi untuk
sembuh semakin kecil apabila mampu bertahan. Dan itu, pada
saatnya akan mengerti tentang sebuah kerelaan hati, akan memahami tentang
banyak sekali hal yang tidak dapat kita miliki, dan melangkah pergi menghadapi
itu adalah sebuah keharusan, terpaksa atau bahkan dengan kerelaan hati.
Penantian itu bukanlah sia-sia, meskipun
berakhir dengan kekecewaan. Ternyata harapan tak selamanya berakhir indah, ada
hal yang tidak bisa kita pahami jika bergejolak dalam sebuah perasaan yang
begitu dalam.
Ada cerita tentang penantian panjang,
butuh waktu lebih dari 7 tahun untuk dapat mengetahui apa akhir dari cerita
itu, tentang penantian itu.
Minggu cerah menjadi kelabu, setidaknya
pada suasana hati. Berniat baik dalam menjalani aktivitas tak melulu harus
datar lalu tanpa cerita lain yang tertulis. Bahkan saat lari pagi pun kita bisa
mendapatkan cerita lain yang sebetulnya tidak berhubungan sama sekali. Saat lari
pagi kita bisa saja mendapat sebuah wedding invitation dari seseorang yang
benar-benar kita cintai, cinta pertama. Dan, itulah yang terjadi. Seketika kaki
ini seakan tidak dapat digerakkan, leher tak mampu menopang kepala, dan badan
seakan sangat kelelahan seperti telah memikul tiga karung beras secara sekaligus.
Hingga pada akhirnya janji itu
disebutkan, diutarakan, dan diceritakan kepada orang-orang terdekat yang
membantu menolong di perjalanan pulang saat berlari itu. Lari itu terhenti, yang bisa
dilakukan hanya duduk terkulai lemas. Isi janji itu memiliki esensi yang cukup
dalam, karena ada penentuan mengenai langkah setelah itu.
“Aku akan terus berharap, sampai harapan
ini mati. Aku akan terus menunggu, sampai terjawab semuanya. Aku akan terus
terus dan terus mengusahakan agar dia lah wanita itu, wanita disampingku. Berapa
lama aku berharap, berapa lama aku menunggu, selama itu pula lah aku tidak akan
menikahi wanita manapun. Sampai akhirnya, aku.. atau pria lain itu yang akan
dinikahinya." Seperti itu.
Kini, tepat minggu depan semenjak
tulisan ini dibuat.. adalah sebuah peristiwa dimana harapan itu mati, waktu
menunggu itu telah habis, dan cerita tentang itu telah menemui akhir.
Terima kasih, begitu banyak pelajaran
yang didapat. Meskipun hubungan pada waktu itu tidak lebih lama dibanding
penantiannya. Tidak perlu menyalahkan apa-apa, kesempatan itu tidak pernah ada.
I hope you'll get a better life, my
first..