Social Icons

Pages

Thursday, July 30, 2015

Pengakuan Seorang Pecundang

Duduk menunggu antrean biasanya menyebalkan, sebelum akhirnya tiba seorang Ibu duduk di sebelah saya lalu mengajak saya ngobrol. Panjang kami mengobrol hingga akhirnya ia bertanya tentang pernikahan. Saya pun menjawab jika saya tidak terlalu tertarik dengan pernikahan, ia tanya kenapa. Saya hanya tersenyum, kemudian ia memberikan sedikit statement bahwa pernikahan itu mungkin dibutuhkan, selain untuk memiliki keturunan, juga untuk mengingatkan bahwa apa yang kita lakukan tidak sepenuhnya benar, harus ada yang mengingatkan. Orang tua tak selamanya dapat menemani kita. Lalu ia tersenyum, ia pun bilang selama ini suaminya tidak banyak melakukan apa-apa, selain membantunya bahagia, itu saja lebih dari cukup, lalu kebahagiaan itu bertambah datangnya dari anak-anak mereka. Ia bilang tidak mau mati dalam keadaan sendiri, kesepian. Karena tidak ada penderitaan yang lebih mengenaskan daripada kesepian. Happiness is you've always known you're not alone.
Saya tersenyum, terharu.. 
Kemudian saya tersedak ketika Ibu tersebut bertanya apakah tidak ada wanita istimewa yang benar2 saya inginkan untuk menemani saya di kemudian hari. Saya jawab ada, namun saya sudah tekan perasaan itu beberapa tahun ini, saya hampir merelakannya, membiarkannya bahagia dengan jalannya sendiri, saya mencintainya.. namun saya tak mau terlalu memaksakan apa yang tidak saya sanggupi. Ia menanggapi, bahwa sebelumnya ia tak pernah mengira akan bahagia bersama suaminya, namun suaminya bisa membuat hal yang menurutnya tidak mungkin, menjadi sangat mungkin, dan ternyata ia bisa. Kemungkinan itu selalu ada. Saya malu, kemudian mengakui bahwa saya hanyalah seorang pecundang. Ia tertawa, disanggahnya saya bahwa saya mungkin hanya seorang pengecut, sudah melewati asam garam kehidupan tapi terlalu berhati-hati, takut menghadapi kenyataan, dan akhirnya tidak terlalu berani mengambil risiko. Saya tersipu, mengiyakan perkataannya. Kemudian ia pamit, entah kemana.
Banyak yang bisa saya petik dari obrolan yang tak terduga itu, namun sayangnya.. tetap tak dapat mengubah ketertarikan saya terhadap pernikahan. Iya, saya mungkin terlalu pragmatis.

 
 
Blogger Templates