Social Icons

Pages

Saturday, April 30, 2016

Satu Kalimat Yang Tak Sempat Kuucap

It has to end to begin. Hanya awal yang menjadi begitu sangat indah. Akhir ini pahit, meski sudah pernah aku duga. Ia yang mengakhiri cerita ini bukan dengan cara berpaling, bukan dengan penolakan. Ia mengakhiri dengan elegan; menerima pinangan pria yang bukan aku. Aku kalah, meskipun ini bukan kompetisi. Aku marah, namun entah pada siapa. Aku lemah, walau tak ada yang menekan. Sebab mungkin karena aku tak mampu untuk menyalahkan siapapun, menyalahkan apapun selain diriku sendiri. Padahal hanya dia yang benar-benar kuinginkan, namun Tuhan tidak menghendaki.

Hanya sanggup sampai tahap mencintai, namun untuk dapat memilikimu butuh lebih dari sebuah mukjizat. Tuhan maha mengetahui, termasuk doaku, namun tampaknya ia lebih senang menyelamatkanmu agar tidak bersamaku.

Aku tak pernah bicara pengorbanan, sebab apalah kemurnian dari sebuah pengorbanan jika dihitung. Aku juga tak pernah bicara cinta, sebab apalah arti cinta jika diucapkan saja tidak pernah. Meskipun aku pernah bermaksud untuk mengucapkannya padamu, namun Tuhan benar-benar menyelamatkanmu. Kau tentu ingat saat kepulanganku dari Jepang, dan sakitmu saat itu adalah bentuk penyelamatan dari Tuhan sehingga kau tak dapat kutemui hingga waktu liburmu telah habis. Kau pun kembali ke Jerman. Tuhan juga tahu bahwa aku akan terluka, hanya saja aku yang terlalu bodoh menyadari itu semua, melawan kehendak-Nya. Tuhan tahu karena selalu ada namamu dalam setiap doaku. Setiap doa demi kebaikanmu pasti Ia kabulkan, namun doaku untuk dapat memilikimu tidak Ia hiraukan. Yang berarti bahwa aku bukanlah kebaikan tersebut. Pria yang kau pilihlah kebaikan itu.

Tidak mengapa, hidup tak terlalu jauh dengan luka, setidaknya bagi diriku. Pain made me grow up. Dan asal orang yang dicintainya bahagia, bukan? Aku tak pantas menangisi, kau tak pernah menyakiti. Aku tak pantas bersedih, pilihanmu ialah doaku juga. Namun aku tak dapat memungkiri bahwa aku sedang berusaha berbahagia, walau nyatanya aku tak mampu. Aku pikir ini cinta, entahlah. Yang jelas untukmu kubuatkan buku saat yang lain hanya kubuatkan puisi, kubuatkan syair.

Pada akhirnya Tuhan mengabulkan doaku untuk dapat melihatmu, menemuimu. Bukan di The Loft tempat kita pertama kali makan malam, bukan pula di Sober tempat kau habiskan rasa penasaran. Atau, di manapun tempat aku bisa utarakan kalimat yang tak sempat kuucap, bukan. Aku melihatmu saat kau bersanding dengan pria pilihanmu. Aku menemuimu sebagai tamu. Yang artinya, itu mungkin menjadi yang terakhir kalinya aku menemuimu. Tak akan kutulis selamat berbahagia di sini. Seperti kubilang, selalu ada namamu dalam doaku.

Final Surprise

i wrote book for you when i only make poetry for others.

 
 
Blogger Templates