Social Icons

Pages

Monday, December 31, 2012

Catatan 31 Desember, 2012

Rumah Mama, malam kedua semenjak kondisi Mama semakin buruk dan merasakan waktunya sudah dekat menuju ajal. Seluruh keluarga dipanggil satu-persatu untuk dimintai maaf, kolega, hingga tetangga pun Ia sebutkan. Suasana sedih dan haru meliputi rumah kecil ini. Air mata dan isak tangis tak hanya dicurahkan oleh keluarga, tetapi yang hadir pada saat itu ikut merasakan kesedihan yang teramat dalam itu.
 
Malam ini, masih merasakan sakit pada bagian betis, sedikit pegal mungkin. Efek kemarin berlari sekuat tenaga dari jarak sekitar 3km saat mendengar kabar dari Kakak tentang kondisi Mama, kebetulan yang saat itu aku sedang dalam perjalanan menuju sana. Hanya saja macetnya kota Bandung sedikit menghadang. Hari Sabtu, seperti biasanya.
Aku yang pada saat itu duduk disamping kursi kemudi, langsung membuka pintu mobil dan langsung berlari menuju rumah Mama, karena kemacetan itu dirasa akan sangat lama untuk dilewati, aku takut tak cukup waktu. Ditambah ketakutan akan panic attack, karena kakakku yang duduk di kursi belakang sudah menangis sejadinya.
Pada malam kedua ini, sedih rasanya saat menjaga Mama, memang semenjak hari pertama seluruh anak-anaknya semua menginap disini, kecuali anaknya yang ke 3, yang harus pulang ke Jepang meskipun tadinya Ia ingin mengurungkan niatnya untuk pulang.
Aku menjaganya sampai pukul 04.30, memberinya minum, membetulkan posisi tidurnya, mengelus tangan, kaki, serta punggungnya, dan mendengarkan Ia berbicara meskipun terbata-bata.
Semangat Mama sangatlah luar biasa, hanya saja akhir-akhir ini Ia sering mengeluh tidak kuat, capek, sakit. Bahkan tadi, Ia memohon Malaikat Maut untuk segera mencabut nyawanya, benar-benar seperti mendengar sebuah petir yang menggelegar.
Bagian paling membuat suasana ti'ing adalah saat Mama memaksakan menggerakkan tangannya untuk mengusap kepalaku, dengan susah payah Ia berkata "kasihan anak Mama, sebentar lagi ditinggal Mama". Hanya pada malam ini, atau memang semenjak kejadian itu, aku seakan seperti orang bisu, yang kebingungan untuk mengucap sepatah kata pun, entah kenapa.
Ada pula, saat Mama ingin duduk, dan kepalanya menyender pada bahu Apihku (Ayah). Seraya itu juga Apih memeluk Mama, sungguh hanya aku saksi hidup pada saat itu, indah.. Benar-benar sesuatu yang indah.
Akupun tersadar sebuah hal, Cinta.
Cinta sejati Mama, adalah Apih, Ayah kandungku.
Cinta kalian abadi
Dikaruniai anak-anak yang sangat mencintai kalian

No comments:

Post a Comment

 
 
Blogger Templates